Lelaki Dari Jepang
“Selamat sore
Mbak Dea, untuk minggu ini apakah njenengan bisa membantu pelayanan musik di
cabang?” Begitulah isi pesan WA
yang aku terima kamis sore itu dari ketua musik di gereja cabang
“Iya mas, bisa.” Jawabku singkat
Hari Sabtu malam aku pun latihan bersama
dengan band di gereja cabang tersebut. Ga ada yang aneh ketika kami latihan, ya
memang ada beberapa orang yang belum pernah aku liat, tapi ya aku pikir dia
orang baru. Selintas terbersit dipikiranku untuk menyapa mereka dan mencoba
mengobrol, tapi sepertinya mereka asik dengan dunia mereka sendiri dan aku pun
hanya duduk sambil main hp di sudut gereja.
Kriiiiiiinggg.....kriiiiiingg.....kriiiiiinggg
Alarm hapeku berdering kencang memekakan telingaku,
aku terbangun dan meraih hpku. Dan ketika aku melihat jam di layar hpku, aku
langsung melompat dari tempat tidur.
“Mampus!!! Gimana ini? Kok bisa tau-tau udah jam
6.25?” Kataku panik memaki diri sendiri.
Aku langsung meraih handukku yang ada dibalik pintu
kamar dan berlari ke kamar mandi. Lima menit kemudian aku sudah berada di atas
motor dengan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul. Aku langsung menarik gas
motorku ga peduli belek di mata masih banyak. Aku menuju jalan terobosan untuk
sampai ke gereja cabang tersebut. Sampai di gereja, petugas penyambut tamu
sudah berbaris rapi di depan pintu lengkap dengan warta jemaat di tangan
mereka.
“Kok telat mba? Itu pemusiknya sudah doa di mimbar”
Seorang bapak mencoba menyapaku dengan senyuman hangat.
Aku langsung berlari ke depan mimbar untuk ikut
berdoa bersama mereka, aku menengok ke arah jam yang berada di belakang ruang
gereja, ternyata udah jam 6.55. Sedangkan ibadahnya di mulai jam 07.00.
“AMIN” Hanya kata itu yang aku dengar ketika aku
sudah sampai di depan mimbar, yang menandakan doanya sudah selesai.
Selesai doa
aku langsung duduk di bangku keyboard untuk mengecek keyboard yang akan aku mainkan
pada saat ibadah. Betapa syoknya aku ketika aku tahu ternyata
pianonya ga bisa bunyi sama sekali. Seketika aku langsung panik dan melambaikan
tanganku ke arah soundman. Seorang soundman datang mendekat dan mencoba
mengecek penyebabnya. Setelah di cek beberapa kali tetep ga bisa bunyi juga,
dan jemaat pun mulai bingung. Padahal bapak dan ibu gembala sudah datang, duduk
di bangku paling depan dan menatap kami dengan bingung. Keadaan semakin buruk
ketika semua tim sadar kalau drummernya belum datang. Ketika semua orang mulai
panik, dan waktu juga sudah menunjukan jam 07.10, tiba-tiba ada seorang lelaki
berlari dari belakang ruang gereja dan masih memakai jaket berwana cream dan tas selempang berwarna hitam kecil
bermerk Tracker. Lelaki itu adalah
drummer yang sedang ditunggu-tunggu. Dengan santainya dia langsung duduk di
bangku drum, melepas jaket, dan mengambil stik dari dalam tasnya dengan muka
polos seolah-olah dia tidak melakukan kesalahan apa-apa. Kami semua yang sedang panik
hanya bisa menatapnya heran. Dan dia baru sadar kalau ternyata drumnya ga bunyi
setelah mencoba memainkan drum elektrik tersebut.
Akhirnya ibu gembala pun memberikan kode kalau
ibadah harus tetap dimulai. Ibadah pun dimulai hanya dengan iringan gitar
akustik dan tanpa sound sama sekali. Saat lagu pujian hampir selesai sound
system baru bisa nyala.
“Hai Aku Benny” Kata lelaki berkulit sawo matang dan
berkumis tipis sambil menyodorkan tangannya. Seketika aku yang sedang sibuk
merapikan keyboard langsung menengok
ke arahnya.
“Hai Aku Dea, btw masnya orang baru ya?” Tanpa basa
basi aku langsung bertanya kepadanya.
“Engga, aku sebenernya udah lama di gereja ini.
Cuman baru balik dari Jepang.” Jelasnya mencoba menjawab pertanyaanku.
-Bersambung-